sesumpal kabut sore
Dunia kini memang semakin terasa nyata ke asingannya, di tengah hiruk pikuk-hingar binger nada syahdu hegemoni tiap-tiap jiwa benar menjadi fenomena alami tetap dalam tangan kekuasaan sang pencipta aku masih terasa nyaman di keadaan seperti sekarang ini.
Jauh di sana merpati-merpati teman masa kecilku menanti kehadiran dalam setiap pojok luang perempatan menuju kampung halaman terpencil, terunik, jauh dari kemuakkan kota tempat biasa aku menimba ilmu untuk bekal di kemudian hari, lama sekali rasanya tak mendengar kecipak ikan air kolam di dekat perempatan gapura desa, tak menghirup aroma udara yang sangat berbeda dengan kedimanku di perantauan sana.
Selamat Datang! Sapaku pada Negara antah berantah namun tetap di kemelut sejatinya yang mengharukan , suasana berbeda namun di kenyamanan yang sama, indah sekali rasanya apalagi dengan ku tatap mega-mega di pagi sore, ruang jiwa ini seolah semakin hidup, semakin berwarna, ku suka. Tak sabar pula menatap mamah-bapak yang ku tahu beliau menunggu di teras-teras rumah.
Kemuning senja mulai Nampak mengkerut menyemai panorama yang lebih indah dipandang, perjalanan kaki berjarak sekitar 2 kilometeran untuk mencapai rumah hanya tinggal beberapa langkah saja, dari kejauhan telah jelas sekali merpati-merpati itu menunggu di depan rumah, di depan pagar yang mulai terlihat mengemas memantul karena biasan cahaya mentari sore, selangkah kedua orang lunglai yang sedang santai setengah berlari menhampiri hingga berdiri tepat di ujung tatap mataku.
Oh tuhan, sepasang sosok tua renta, dengan pakaian selapis mulai melusuh, kulit keriput menatap memeluk, meneteskan air mata, dicium pula dahi, pipiku berulang-ulang stelahnya ku kecup kedua tangannya yang kasar.
“assalamualaikum bapak-ibu.”
“waalaikum salam anakku, kami merindukanmu”
Aku di boyong masuk kedalam rumah, sedikit ku teteskan air mata lalu bercerita-cerita kesana kemari perihal sikap prilaku dan kebiasaanku di kota sana, pengalaman-pengalaman dan lain sebagainya. Alangkah indah sekali rasanya kehidupan ini bila setiap hari ku rasakan nikmatanya moment sperti saat ini, tapi tak mungkin.
“kemanakah adik Lina Ibu?”
“oh, dia sedang pergi ke rumah temannnya nak di pinggir ladang sana.”
“aku susul ya bu.”
“tak usah bentar lagi juga pulang dia hanya mengantar bunga hias yang di pesan temannya tadi pagi, lebih baik kamu ganti baju, nampaknya kotor sekali bajumu kena debu jalanan setelahnya barulah istirahat barang sejenak sambil menunggu adzan magrib” tutur ibu dengan santun bukti kasih sayangnya.
“baiklah.”
Sebentar ku heula nafas panjang tanda terimakasih pada tuhan mengembalikan sesak yang lama tertunda menunggu harum udara sore di gempit karunianya, disinilah kurasakan karunia tersebut.
“itu dia datang.”
“kakak…..”
Sesumpal kabut sore dalam ingatanku di masa yang lalu mengembus dalam jarak searah mata memandang di ketinggian langit dalam bayangku beliau sang bapak , ibu, dan adik. 2 tahunan yang lalu sering mencibir langit sore itu, sebelum mereka kembali pada sang pencipta disantap lelap si jago merah.
Banjarsari, 14 september 2010