Kandang syair
oleh Ranzia Al-anam
man blue, sang pejantan dari negeri wetan kasepuhan, mempunyai seorang istri putri kawasen hidup serba kesusahan hanya kata yang menjadi modal hidup mereka, sengaja bergabung dengan sekumpulan para pecandu syair-syair yang terabaikan,untuk sedikitnya bisa menyalurkan minatnya dalam dunia kepenulisan suatu waktu dirinya merasa terinjak harga diri dengan adanya bait syair karya salah seorang temannya dan di peruntukkan husus padany, nano balkan dengan bunyi " anjing, anjing masuk kandang syair"
dengan geram sang tokoh melangkah menghampiri kutan nano balkan.
"benar ini syair kau buat untukku, tidak salah?"
"tidak ada yang salah bahkan itu syair terbaikku, berterimakasihlah padaku."
"kau ini masa aku di samakan dengan anjing2?"
"ya kita disini memang anjing2 kalau kamu tak mau mengakui diri kamu anjing lebih baik keluar sajalah dari perkumpulan ini!"
"itu hina kawan, kita juga mesti tahu etika kepenulisan."
"kita punya etika sendiri, jangan mau nulis kalau mentalmu seperti itu!"
"aku hanya butuh pengertian, aku tak suka sastra."
"setiap kali kamu menulis ideu yang di dapat dari mana?"
"aku....dari kehidupan dengan istriku yang selalu hidup berantakkan."
"oh pantas saja kamu tak mau di bilang dirimu anjing."
"???????"
seorang man blue termenung, terkoyak dengan jutaan tanda tanya, katakanlah yang nampak adalah perasaan kesal bercampur kerinduan yang teramat mendalam pada sang istri tercinta yang nun jauh di kampung sana sedang menanti dengan do'a yang tak kunjung terhenti dari mulut mungilnya, bagimana tidak, sosoknya merupakan sumber fikiran dari penghasilan yang iya dapat, separuh ideu karyanya diperoleh dari keunikan hidup bersama istrinya.
sekarang, karyanya tak lagi muncul waktunya berguguran begitu saja, ibarat rumput kerdil yang tak lagi hijau, tersipu meringkuk dengan tubuh yang semakin melepas kemudaannya, butuh cairan yang dapat melepaskanya dari kemelut kerisauan hati yang kian terus menari-nari.
"apakah yang dimaksud si nano balkan tadi?"
"sudahlah kawan, jangan terlalu di fikirkan ucapan si balkan tadi, dia memang tak segan2 dengan karyanya."
"aku memang butuh banyak memahami budaya kepenulisan setiap sudut pandang."
"ya memang seharusnya begitu, kau tahu dia seorang yang gila?"
"ya dia gila karya."
"akupun semula berfikir seperti itu, tapi sebenarnya kegilaan karyanya itu bersumber dari dari paras hidupnya yang gila juga."
"jadi kau fikir di gila dua kali?"
"ya betul sekali, makanya kau jangan terus termenung seperti itu nanti kau mau kaya si balkan itu?"
"gila kau tak maulah."
"gila juga kau menganggapku gila."
"????"
di kediaman istri man blue, kampung koas berombak, nanar matahari nampak elok disitu, sang istri termenung dan berbicara pada mentari.
"akangku..........
untuk ke sekian kalinya aku terbakar oleh kata-kata yang membuatku tak berpijak pada bumi dua harian ini, malam tadi kau membawa kabar yang semakin tak mengenakkan hati, kau kembali menyulami kata lewat tembusan tulisan pada secarik kertas dari kota kembang sana, bosannya aku berlama-lama dengan perasaan gundah gulana seperti ini, kau tahu apa yang kau katakan?itu membuat jantungku turun setengah centi!!"
gubragggggg.......
"hahaha...mimpi kau ya?"
"kawan aku mendengar istriku berkicau."
"???"